MAKALAH PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN
"Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia"
Disusun Oleh:
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
KATA PENGAMTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga terselesaikannya tugas makalah sosiologi pertanian.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. untuk itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Malang, 7 Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR ……...........……………………….............................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Rumusan
Masalah............................................................................. 2
1.3. Tujuan ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA................................................................... 3
2.1. Sistem Nilai Budaya dan Sikap................................................................... 3
2.2. Sistem Nilai................................................................................................. 4
2.3.Pengertian Budaya dan Kebudayaan...........................................................
5
2.4. Sikap dan Prasangka................................................................................... 6
2.4. Sikap dan Prasangka................................................................................... 6
BAB III
PEMBAHASAN.......................………………………………........... 7
3.1. Faktor – Faktor Mental dan Sistem Nilai Budaya dan
Sikap....................... 7
3.2. Kerangka Untuk
Meninjau Sistem Nilai-Budaya......................................... 7
3.3. Ciri-Ciri Mental
Manusia Indonesia Asli..................................................... 8
BAB IV
PENUTUP.................................................................................... 9
4.1.
Saran................................................................................................. 9
4.2.
Kesimpulan........................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA …………………..…………......................................... 10
iii
|
1
|
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara garis besar,
di negara-negara berkembang, kegiatan perekonomiannya terkesan jalan di tempat.
Padahal di negara-negara tersebut, sering tak kurang akan tanah yang subur,
kekayaan alam yang melimpah, tenaga kerja yang banyak dan murah serta masih
ditambah dengan banyaknya bantuan modal asing. Namun itu semua ternyata masih
belum cukup. Masih ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi.
David Ricardo
misalnya, telah sadar akan adanya faktor-faktor susunan masyarakat yang tak
mudah dapat diperhitungkan dalam hal menganalisa masalah penduduk dalam proses
perkembangan ekonomi. Kemudian J Schumpeter menambahkan dua unsur lagi, yaitu:
a) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam masyarakat
yang bersangkutan ada suatu jumlah yang cukup besar dari tokoh-tokoh yang
mempunyai bakat berusaha atau“entrepreneurs”.
b) Suatu ekonomi akan berkembang kalau dalam
masyarakat ada iklim sosial-budaya yang cocok untuk memungkinkan para entrepreneurs itu
mengambil resiko untuk berusaha.
Faktor susunan
masyarakat, faktor kurang adanya bakat untuk usaha-usaha yang bersifat ekonomi
dan faktor iklim sosial-budaya yang tidak cocok untuk kemajuan itulah yang
menjadi perintang dan penghambat penting kemajuan di Indonesia.
Faktor sosial-budaya yang bersifat non-ekonomis dalam
pembangunan ekonomi meliputi:
a) faktor demografis
Dalam analisa dan
perencanaan ekonomi misalnya, harus juga diperhitungkan bagaimana kenaikan
produksi pangan bisa diamankan agar dapat ditanam sebagai modal baru yang
diperlukan untuk net investment bagi pembangunan ekonomi,
supaya tidak terkena proses involusi dan akan dikonsumsi habis oleh penduduk
yang selalu bertambah tiap tahun.
b) faktor politis
Ketenangan kestabilan
politik di suatu negara akan mempengaruhi pembangunan ekonomi di negara
tersebut. Dengan suasana iklim politik yang tenang dan stabil, para usahawan
akan merasa aman dan berani mengambil resiko menanam modal di dalam negeri,
sehingga modal tidak akan lari ke luar negeri terus.
c) faktor susunan masyarakat
Para perencana
pembangunan ekonomi di Indonesia harus benar-benar mengetahui golongan-golongan
atau lapisan-lapisan manakah yang vital pada satu taraf, dan golongan-golongan
atau lapisan-lapisan manakah yang penting pada lain taraf dari proses
pembangunan. Sehingga harus dibuat satu seleksi yang seksama, mengenai golongan
dan lapisan manakah yang seharusnya mendapat efek yang terdahulu dari rencana
mereka.
d) faktor mental
Faktor ini masih
kurang mendapat perhatian yang mendalam dari para ahli ekonomi. Padahal faktor
ini juga tak kalah pentingnya dalam pembangunan ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
a) Apa
yang dimaksud dengan faktor – faktor mental ?
b) Apa
itu sistem nilai budaya dan sikap ?
c) Bagaimana
kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya ?
d) Apa
saja ciri – ciri mental manusia Indonesia asli?
1.3. Tujuan
a) Mengetahui
definisi dari faktor – faktor mental
b) Mengetahui
maksud dari sistem nilai budaya dan sikap
c) Mengetahui
kerangka untuk meninjau sistem nilai budaya
d) Mengetahui
dan paham ciri – ciri mental manusia Indonesia Asli
2. TINJAUAN PUSTAKABAB II
|
2.1. SISTEM NILAI BUDAYA DAN SIKAP
Dalam
pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas. Mentalitas adlah
kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun tingkah laku
serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan
sikap tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di sekitarnya. Sikap mental
ini sebenarnya sama saja dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan
sikap (attitude). Sistem nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu
menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem
nilai budaya (atau suatu sistem budaya) merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan
arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep
abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut biasanya hanya dirasakan saja, tidak
dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya mengapa konsep tersebut sering sangat
mendarah daging, sulit diubah apalgi diganti oleh konsep yang baru. Bila sistem
nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka
pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta
aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada,
dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut. Konsep sikap
bukan lah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong
dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana
pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan. Dengan
kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan
psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya.
Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap
seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itu lah
juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga
masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
( Anonymousa, 2011)
2.2. Sistem Nilai
Sistem : seperangkat komponen, elemen, unsur atausubsisten dengan segala atributnya, yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh-mempengaruhi dan saling tergantung sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi atau suatu totalitas, serta mempunyai peranan atau tujuan tertentu. Nilai berasal dari kata value (inggris) yang berasal dari kata valere (latin) yang berarti : kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value ) adalah sesuatu yang berguna.
Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut :
Nilai adalah sesuatu yang berharga, baik dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku manusia.
Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut :
• Suatu realistik abstrak
• Bersifat normatif
• Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.
Dalam filsafat pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis sessungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat indonesia. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai ketuhanan yang maha esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Norma atau kaidah adalah aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah norma.
Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat), yaitu sebagai berikut :
1. Norma agama
2. Norma moral (etik)
3. Norma kesopanan
4. Norma hukum
Moral secara istilah adalah nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sedangkan istilah amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana etis dan non moral, sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik atau secara moral buruk atau tidak etis. Dalam kamus yang berkembang di indonesia, amoral berarti immoral dalam pengertian di atas dan pengertian immoral sendiri kurang dikenal.
(Anonymousb, 2011)
2.3. Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Budaya itu sendiri memiliki pengertian sebagai sarana yang dihasilkan melalui penggunaan cipta rasa dan karsa. (koentjoroningrat).
Budaya berasal dari kata ‘budhi’ yang artinya adalah sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk merespon pengaruh dari lingkungan alam dan sosial. Hasil dari respon itulah yang disebut sebagai budaya.
(Anonymousc,2011)
2.4. Sikap dan Prasangka
Sikap menurut morgan (1966) adalah kecenderungan untuk berespons, baik secara positif dan negatif terhadap orang, objek atau situasi. dalam sikap terkandung suatu pernilaian emosional yang dapat berupa suka, tidak suka, senang, sedih, cinta, benci dan sebagainya. Dalam sikap ada “suatu kecenderungan berespon”. Sikap memiliki komponen-komponen :
1. Kognitif : memiliki pengetahuan mengenai objek sikapnya, terlepas pengetahuan itu benar
atau salah
2. Afektif : mempunyai evaluasi emosional (setuju-tidak setuju) mengenai subjek sikapnya. 3. Konatif : kecenderungan bertingkah laku bila bertemu dengan objek sikapnya, multi dari
bentuk yang positif (tindakan sosialisasi) sampai pada yang sangat aktif (tindakan agresif) (Lanur , 1998)
BAB III
|
PEMBAHASAN
3.1. Faktor – Faktor Mental dan Sistem Nilai Budaya dan Sikap
Faktor-faktor mental adalah pengetahuan
mengenai sistem nilai budaya atau cultural value system dan mengenai
sikap atau attitudes. Kedua hal itu menyebabkan timbulnya pola-pola cara
berfikir tertentu pada warga suatu masyarakat dan sebaliknya pola-pola cara
berpikir inilah yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan kelakuan mereka, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal membuat keputusan-keputusan yang
penting dalam hidup. Sistem nilai budaya merupakan suatu rangkaian
dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar
dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan
berharga, tetapi juga mengenai apa yang dapat dianggap remeh dan tak berharga
dalam hidup. Dengan demikian sistem nilai budaya itu, tidak
hanya berfungsi sebagai suatu pedoman tapi juga sebagai pendorong kelakuan
manusia dalam hidup, sehingga berfungsi juga sebagai suatu sistem tata
kelakuan. Suatu sikap merupakan kecondongan yang berasal
dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan suatu pola tertentu, terhadap
suatu obyek berupa manusia, hewan atau benda, akibat pendirian dan perasaannya
terhadap obyek tersebut. Pada akhirnya, baik nilai-nilai budaya maupun
sikap bisa mempengaruhi tindakan manusia baik secara langsung maupun melalui
pola-pola cara berpikir.
3.2. Kerangka
Untuk Meninjau Sistem Nilai-Budaya
Kerangka untuk meninjau sistem
nilai budaya berpangkal pada lima masalah pokok, seperti yang diajukan oleh FR
Kluckhohn dan FL Strodtbock dalam bukunya Variations in Value
Orientation (1961), yaitu:
a) Masalah mengenai hakekat dan
sifat hidup manusia.
b) Masalah mengenai hakekat dari
karya manusia.
c) Masalah mengenai hakekat dari
kedudukan manusia dalam ruang waktu.
d) Masalah mengenai hakekat dari
kedudukan manusia dengan alam sekitarnya.
e) Masalah mengenai hakekat dari
hubungan manusia dengan sesamanya.
3.3. Ciri-Ciri Mental Manusia Indonesia Asli
a)
Rakyat Petani dan Mentalitetnya
Watak petani yang hidup di pedesaan menurut para
ahli dari abad ke-19, dijiwai oleh maksud serba rela dalam pergaulan. Sedangkan
menurut Boeke, petani itu tidak suka bekerja, bersifat statis, tak mempunyai
inisiatif, dan hanya suka membebek saja kepada orang-orang tinggi dari kota. Berdasarkan kerangka Kluckhohn, dapat dirumuskan
sistem nilai-budaya petani Indonesia sebagai berikut: Petani di Indonesia,
terutama di Jawa pada dasarnya menganggap hidupnya itu sebagai suatu hal yang
buruk, penuh dosa dan kesengsaraan. Kebanyakan dari mereka juga bekerja untuk
hidup, kadang juga untuk mencapai kedudukan. Ia hanya mempunyai perhatian untuk
hari sekarang ini. Hari esok tak pernah ia pedulikan.
b)
Hakekat Hidup
Mentalitet yang beranggapan bahwa hidup pada
hakekatnya buruk, tapi untuk di ikhtiarkan menjadi suatu hal yang baik dan
menyenangkan, adalah suatu hal yang cocok untuk pembangunan: karena ikhtiar dan
usaha itu merupakan sendi-sendi penting dari segala aktivitas berproduksi dan
membangun.
c)
Hakekat Karya
Suatu mentalitet yang lebih cocok untuk
pembangunan sebenarnya harus mengandung pandangan yang menilai tinggi karya
untuk mencapai suatu kedudukan yang dapat menghasilkan lebih banyak karya lagi.
d)
Hakekat Kedudukan Manusia dalam Ruang Waktu
Perencananaan yang matang akan membuat
pembangunan berjalan dengan baik, sehinggga mental yang hanya berorientasi
terhadap hari ini dan tidak memperhitungkan masa depan tidak cocok untuk
pembangunan ekonomi.
e)
Hakekat Hubungan Manusia dengan Alam
Mental yang paling cocok untuk pembangunan
ekonomi adalah mental yang berusaha menguasai alam, karena untuk menguasai alam
kita membutuhkan teknologi, dan teknologi itu akan mendukung pula kemajuan.
f)
Hakekat Manusia dengan Sesamanya
BAB IV
4.1. SARAN
·
Sebaiknya diadakan sosialisasi kepada petani Indonesia
agar pola pikir mereka berubah untuk lebih baik lagi.
·
Masyarakat seharusnya lebih untuk mengenal tentang ciri –
ciri masyarakat asli Indonesia.
·
Masyarakat Indonesia harus lebih siap lagi dalam
menghadapi rintangan – rintangan mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
4.2. KESIMPULAN
Pada dasarnya
rintangan yang menghambat kemajuan pembangunan ekomoni Indonesia adalah masih banyaknya
tertanam pola pikir seperti pola pikir petani di pedesaan yang menganggap bahwa
hidup ini hal yang buruk dan kurang mandiri karena terlalu bergantung pada
sesama dalam setiap urusan kehidupan.
Selain itu juga adanya lima masalah pokok dalam
kehidupan manusia yakni:
1.
Masalah mengenai hakikat dan sifat hidup manusia,
2.
Masalah mengenai hakikat dari karya manusia,
3.
Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam
ruang waktu,
4.
Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan
alam sekitarnya, dan
5.
Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan
sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymousa, 2011.
Sistem Nilai Budaya dan Sikap
(Online). [http://usepkakansmikelas3apkn.blogspot.com/2011/01/sistem-nilai-budaya-dan-sikap.html], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.
Anonymousb, 2011.
Tugas Resume Geografi (Online). [http://imahagi.blogspot.com/2008/01/tugas-resume-geografi-sosial-buku.html], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.
Anonymousc, 2011.
Sistem Nilai Budaya dalam Kehidupan
Manusia (Online).
[http://desyandri.wordpress.com/2008/12/24/sistem-nilai-dalam-kehidupan-manusia/], diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.